Selasa, 30 Desember 2008

RANJAU IKLAN POLITIK 2009

IKLAN POLITIK 2009

Tahun 2009 adalah tahun pemilu bagi bangsa Indonesia. Geliatnya sudah terasa sepanjang tahun 2008. Pengkondisian, setting, pembentukan citra, dan sebangsanya telah dilakukan para pelaku politik bangsa ini. Adu iklan ditelevisi, tebar pesona dengan basa-basi politik dalam ’talk show’, atau mejeng melalui baliho atau poster-poster di pinggir jalan.

Dari jalan-jalan besar sampai ke gang-gang tikus, ribuan foto caleg terpampang menebar senyum. Kalau Anda perhatikan kontras sekali antara perlentenya tampilan caleg dangan berlobangnya jalan dimana baliho itu dipajangkan. Kumuhnya perumahan, bertebarannya kaum miskin, lusuh-lesunya pengantri minyak tanah, BLT, dan sejenisnya sama sekali tidak relevan dengan tampilan wajah para caleg yang tampak lebih ingin menjadi selebriti daripada pejuang hati nurani rakyat.

Di televisi, dua-dua partai politik diadu dalam debat panas. Berbusa-busa mulut mereka mengadu argumentasi seolah-olah itulah sesuatu yang dingin dalam ‘mimipi’ rakyat Indonesia. Bahkan gestur tubuh, raut muka, dan ramainya interupsi dan sorakan mereka sama sekali jauh dari masalah yang dihadapi rakyat sekarang ini.

Itu semua adalah iklan politik. Apakah iklan yang mencerahkan? Iklan yang membingungkan? Iklan yang membodohkan? Siapa yang bisa memberikan kepastian?

Objek semua iklan itu tentu adalah arah pilihan rakyat. Ke arah mana coretan pena diarahkan, partai apa dan caleg yang mana, atau capres atau cawapres yang mana,

Dimusim pemilu, pilihan rakyat adalah primadona yang jadi fokus target kerja pelaku politik. Seperti Anda maklum, jika pemilu itu telah berlangsung, lalu sebagian pelaku politik keluar jadi pemenang, menjadi anggota legeslatif ’yang terhormat’ atau jadi presiden dan wakil presiden Republik Indonesia, keinginan rakyat belum tentu jadi fokus targer kerja mereka lagi.

Ketika siklus itu terus berlangsung, dan ujung-ujungnya banyak rakyat yang dikecewakan, Pemilu sebagai bagian dari sistem pengelolaan bangsa ini menuju kerah yang lebih baik, semakin kehilangan wibawanya. Bertambah rendahnya partisipasi rakyat dari masa ke masa dalam memberikan hak suaranya menunjukkan bahwa kepercayaan rakyat terhadap pelaku politik bangsa ini sudah mulai luntur. Dari waktu kewaktu kesadaran rakyat bahwa suara mereka hanya dimanfaatkan saja-tidak lebih- menimbulkan kemuakan. Sebagian rakyat yang muak ini kemudian banyak yang berani mengkampanyekan golput. Golput atau golongan putih, atau golongan yang tidak mau memilih pelaku politik manapun, adalah ekspresi ketidak percayaan, kemuakan, atau keputusasaan rakyat terhadap harapan yang lebih baik kepada para pelaku politik.

Dalam sejarah politik bangsa ini, mungkin juga dalam sejarah umat manusia, golput biasanya diisi oleh orang-orang yang kecewa. Lawan politik mereka menyebutnya ’gerakan sakit hati’, kelompok pecundang, yang kalah dalam persaingan politik. Golongan ini bukan pemegang kekuasaan tentunya, mereka tidak punya kekuatan mengambil alih. Kekuatan golongan ini adalah kelompok orang ’mutung’, ’minggat’.’nge-WO’, mundur dari arena pertarungan lalu menjauh jadi penonton yang penggerutu dan dengan persaaan hati yang masgul.

Kelompok elit politik yang berkuasa biasanya berusaha meyakinkan rakyat bahwa golput ini tidak layak diikuti. Fatwa bahwa golput itu haram telah menjadi pernyataan politik musiman menjelang pemilu. Dari periode ke periode pemilu, fenomena golput dan cap bahwa golput itu haram merupakan pasangangan yang debatable, jadi pergunjingan, diskusi hangat, bahkan sampai ke pertenggkaran. Tetapi ujungnya sama, yaitu tidak ada ujungnya. Rakyat disuguhi isu lain yang ’hangat’ atau dihangat-hangatkan untuk menggantikan ’ujung’ perdebatan golput itu haram tau tidak. Perdebatan golput itu haram atau tidak akan muncul 5 tahun lagi. Timing-nya, menjelang Pemilu.

Boleh jadi benar logika kaum penguasa yang menyatakan bahwa kalau ingin memperbaiki negeri ini harus aktif bermain sesuai sistem. Boleh jadi benar juga logika kaum golput yang memilih tidak terlibat dalam sistem untuk melemahkan sistem itu sendiri karena dinilai salah. Tetapi, yang terbukti benar dari hari ke hari adalah rakyat yang dibingungkan, rakyat yang diadudombakan, dan akhirnya dibiarkan menjadi korban.
Dengan terang benderang, sebernya kita bisa melihat di televisi atau media massa lain, kaum elit yang ngakunya saling berbeda ternyata bisa bersama (berkoalisi) demi sebuah kepentingan. Padahal, plattform mereka berbeda, kultur mereka berlainan, konstituen mereka berbeda lapisan. Padahal, rakyat konstituennya di akar rumput, telah berkelahi mati-matian demi hasutan ideologi politik mereka. Ada yang bersimbah darah, gosong dibakar, mati dicincang, hidup dengan kebencian dan amarah balas dendam, demi mengagungkan perbedaan yang diciptakan elit politik mereka. Ada yang terpisah dari keluarganya, ada yang terhilangkan kekayaannya, ada yang terengggut pekerjaannya. Apakah kaum elit politik, para pengiklan politik itu tahu? Mudah-mudahan hati mereka yang menjawab, bukan argumen basa basi yang bersayap

Senin, 22 Desember 2008

Kebenaran dan Sifat-sifatnya V.S. Salah dan Keliru

Kebenaran dan Sifat-sifatnya V.S. Salah dan Keliru

Orang lazimnya memutlakkan kebenaran dan kepastian. Kebenaran adalah kebenaran dan kepastian adalah kepastian. Apa yang benar, apa yang pasti, itu mutlak. Apabila kebenaran, yaitu kebenaran epistemalogikal, itu ada pada pengetahuan, dan apabila sifat dan hakikat pengetahuan tersebut adalah relasional, intensional, evolutif, dan diskursif, bagaimanakah kita dapat mengatakan ada kepastian dan kebenaran yang sifatnya mutlak di dalam pengetahuan manusia tersebut? Di sinilah dilemanya.
Dalam konsteks epistemologi, di dalam pengetahuan yang benar, di mana terdapat suatu conformitas antara subjek yang mengetahui dan objek yang diketahui selalu terkandung diformitas. Diformitas dalam pengetahuan dapat dibedakan antara diformitas total (diformitas positiva) dan diformitas relatif atau parsial ( diformitas negativa). Di dalam pengetahuan yang benar akan selalu terkandung negatif difformitas, tetapi tidaklah terkandung positif difformitas.
Dalam relasi subjek-objek, kebenaran ditinjau dari sudut subjeknya akan berarti kebenaran di dalam pengetahuan yang konkret akan tetapi akan selalu bervariasi. Karena, kebenaran si A akan beda dengan kebenaran si B, dan tidak akan sama dengan kebenaran si C dan seterusnya. Sementara itu kebenaran ditinjau dari aspek objeknya akan selalu berarti kebenaran epistemologikal yang tidak tuntas. Artinya objek itu sendiri adalah suatu totalitas yang kompleks, banyak segi dan aspeknya. Pengetahuan tidak pernah akan dapat menjamah seluruh objek itu di dalam totalitasnya. Maka itu kebenaran ditinjau dari segi objeknya akan selalu merupakan hal yang kurang sempurna, yang masih ada kekurangannya, atau yang masih harus disempurnakan. Ini artinya tidak bisa dikatakan mutlak sempurna.
Begitu pula dengan kepastian, baik itu kepastian manusiawi maupun kepastian metafisikal. Apa yang disebut kepastian dalam kepatian manusiawi ditentukan oleh kodrat manusia yang memiliki kemerdekaan, kemerdakaan yang berarti bebas dari dan bebas untuk. Dengan demikian kepastian manusiawi adalah suatu jenis kepastian yang tergantung dari kehendak bebas manusia sebagai salah satu faktor, bisa dikatakan pasti terjadi jika tidak diubah oleh faktor kemerdekaan manusia tersebut.
Sedangkan kepastian metafisikal adalah hal yang sifatnya amat intelektual. Kepastian ini sifatnya mutlak karena penyimpangan ataupun pengingkaran terhadap kepastian metafisikal akan berarti kontradiksi intelektual terhadap diri sendiri. Kepastian metafisikal terutama sekali ditujukan kepada para Skeptisi, yaitu aliran yang meragukan akan adanya kebenaran dan bahkan meragukan akan adanya pengetahuan manusia.
Ada Dalil yang berbicara tentang sifat kebenaran bahwa ditinjau dari subjeknya maka kebenaran epistemologikal itu tidaklah mutlak sifatnya; maka kebenaran itu juga dapat berubah dan dapat pula menjadi kurang atau lebih. Kebenaran epistemologikal adalah selalu kebenaran dalam kaitannya dengan pengetahuan manusia , bahkan pengetahuan seorang manusia. Maka itu akan selalu bersifat subjektif, terbatas, dan evolutif, relasional, diskursif, sesuai dengan sifat hakikat manusia yang adalah mahluk yang terbatas, relatif, dan mengalami perubahan serta perkembangan, berada dalam lingkup tempat dan waktu, mensejarah dan memasyarakat. Pengetahuan manusia akan selalu bersifat manusiawi, begitu pula halnya dengan epistemologikalnya. Oleh karena itu, kebenaran ditinjau dari segi subjeknya dapat mengalami evolusi, perkembangan, dapat bertambah ataupun berkurang, baik mengenai hal yang diketahui maupun tentang cara mengetahui kebenaran itu.
Dalil lain berbunyi : ditinjau dari objeknya, kebenaran itu tidaklah mutlak sifat-nya. Maka itu ia dapat berubah dan dapat berkembang. Dengan demikian tidak pernah akan ada pengetahuan yang sifatnya tuntas ditinjau dari segi objeknya ini. Apalagi karena objek itupun berubah-ubah pula, tidak hanya statis sama sekali. Inilah yang disebut mutabilis et admittit gradus : dapat berubah dan dapat mengalami perkembangan, peningkatan, pengurangan. Kebenaran dan kepastian dapat menjadi bertambah baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif, secara intensif maupun ekstensif atau sebaliknya menjadi kurang baik. Dalam arti inilah pengetahuan berfungsi sebagai alat manusia membudayakan dunia dan kepastian dan kebenaran akan memperbesar kemungkinan itu.

SALAH DAN KELIRU
Kalau pengetahuan itu adalah untuk mencapai kebenaran, mengapa dapat terjadi kesalahan dan mengapa manusia dapat keliru ? Secara umum kesalahan dan kekeliruan bersinonim. Kesalahan (falsity) adalah istilah yang merujuk kepada status dan kualitas di dalam hubungan antara subjek yang mengetahui dan objek yang diketahui. Sedangkan kekeliruan (error) adalah istilah yang menunjuk kepada actus, kepada kegiatan, aktivitas “mengetahui” yang ungkapannya adalah pernyataan kognitif intelektual manusia. Jadi kekeliruan terjadi dengan dibuatnya pernyataan yang di dalamnya terkandung kesalahan.
Apabila yang disebut benar adalah jika terdapat konformitas antara apa yang ada di dalam subjek yang mengetahui dengan apa yang senyatanya ada di dalam objek yang diketahui, maka salah dan keliru terjadi karena adanya diformitas di dalam pengetahuan; ada diformitas antara subjek dan objek. Diformitas tersebut adalah diformitas yang sifatnya positif; apa yang ada di dalam subjek betul-betul tidak ada senyatanya di dalam objek. Inilah perbedaan antara kebenaran dan kekeliruan apabila kita tinjau secara formal. Apabila ditinjau dari aspek subjek ataupun objeknya, perbedaan antara kebenaran dan kesalahan sifatnya contrary. Jadi, bukan pertentangan antara ada dan tidak ada melain-kan perbedaan gradasi dalam lingkup yang sama.
Kesalahan dan kekeliruan yang dibicarakan adalah selalu berkaitan dengan pengetahuan manusia, yaitu berada dalam lingkup kegiatan kognitif intelektual manusia. Maka itu sepertihalnya kebenaran, maka keslahan itupun terdapat pula di dalam proses purnanya kegiatan kognitif intelektual manusia. Lain halnya apabila kesalahan itu ditinjau dari aspek subjek atau objeknya; konfrontasi mutlak antara konformitas dan diformitas memang tidak begitu kentara. Di sini selalu dapat dikatakan bahwa kesalahan itu sifatnya relatif, tidak mutlak, dapat diubah, dapat kurang ataupun lebih. Kalau orang membuat kekeliruan tidak sepenuhnya disebabkan oleh proses kognitif intelektual, tetapi orang keliru apabila ia memberi kesepakatan pada kesalahan.
Hegel mengemukakan bahwa karena kebenaran iru itu sifatnya evolutif, maka kesalahan pun bagian dari evolusi. Kalau ini diyakini, maka sulitlah membedakan mana yang benar dan mana yang tidak benar, dan mengapa yang ini dinilai benar sedangkan yang lain dinilai salah. Pemikiran Hegel ini sejalan dengan para penganut subjektivisme, pragmatisme, atau aliran yang masuk kelompok relativisme. Pandangan itu tentu tentu berbeda dengan yang menganut eksistensialime.
Kesalahan atau kekeliruan itu dapat diungkap dengan dengan dua jenis pernyataan kognitif –intelektual. Kesalahan dapat diungkap melalui pernyataan positif seperti : 2 ditambah 2 sama dengan 7; Pak Tani menanam padi di gedung DPR. Kesalahan dapat juga diungkap dengan pernyataan negatif seperti : 2 tambah 2 tidak sama dengan 4. Bandung itu tidak terletak di Jawa Barat. Pernyatan negatif bernuansa lebih tegas karena jelas-jelas menolak hal yang benar secara tegas. Berbeda dengan pernyataan positif yang lebih lentur dan memungkinkan pembauran kebenaran dengan kesalahan. Dalam pernyataan postif, 2 tambah 2 sama dengan delapan lebih mendekati benar dibanding dengan 2 tambah 2 sama dengan seratus.
Sehubungan dengan proses tindakan manusia di dalam membuat kekeliruan ini, kita lihat enam tataran pengetahuan. Pertama adalah nesciense. Kedua adalah ignorance. Ketiga adalah doubt. Keempat adalah suspicion. Kelima adalah opinion. Dan terakhir, keenam adalah certitude. Kekeliruan biasa terjadi manakala manusia membuat tataran doubt, suspicion, dan tataran opinion, menjadi sama dengan tataran certitude.
Hikmah yang dapat kita simpulkan dari pembahasan di atas adalah: apabila kita menginginkan agar pertumbuhan cognitif intelektual untuk mencapai kebenaran dan kepastian secara sadar, maka proses itu harus dibarengi dengan disiplin, latihan, dan pengendalian diri. Hikmah lain adalah : bukan pikiran yang mengetahui, akan tetapi manusialah yang mengetahui.

Konsep Dasar Pmbelajaran Membaca

Konsep Dasar Pmbelajaran Membaca Kritis

Konsep pembelajaran membaca dilihat dari tujuan penciptaan komunikasi yang bermakna dan pewujudan pembaca yang teratur dan antusias, menurut Duffy dan Roehler (1989:ii), bisa dideskripsikan dengan memilahnya menjadi tiga rumpun tujuan yaitu rumpun sikap (attitude goals), proses (process goals), dan isi (content goals). Rumpun tujuan sikap bermuara pada pencapaian pemahaman dan apresiasi dalam membaca melalui pengajaran tidak langsung. Rumpun tujuan proses bermuara pada pencapaian kemampuan yang ditandai dengan kelancaran (fluency) dalam studi dan pemahaman komprehensif teks. Rumpun tujuan isi bermuara pada kendali pemahaman melalui aktivitas membaca, aktivitas menyimak, dan aktivitas membaca dan berfikir.

Membaca kritis dalam kerangka pemikiran Duffy dan Roehler di atas termasuk dalam rumpun tujuan proses. Rumpun tujuan proses itu sendiri pada awalnya terbagi dua yaitu rumpun keterampilan rutin (routine skills) dan strategi metakognitif (metacognitive strategies). Keterampilan rutin mencakup pengenalan kata dan penguasaan kosakata. Pengenalan kata mesti didasari pemahaman penguasaan konvensi bahasa dan unit-unit linguistik. Penguasaan dua dasar pemahaman itu diharapkan membentuk kecepatan mengenali huruf (instant recognition of words). Di sisi lain, penguasaan kosakata berkaitan dengan pemahaman makna, penguasaan ini akan membentuk kemampuan mengenali makna dengan cepat (instant recognition of word meaning). Kemampuan mengenali kata dengan kemampuan mengenali makna secara sinergis akan membentuk kemampuan dalam memahami teks dengan tepat dan cepat.

Strategi metakognitif terbagi menjadi empat jenis strategi yaitu strategi dalam memulai, strategi pada saat membaca, strategi pada akhir membaca, dan strategi belajar. Tiga strategi pertama berfokus pada kronologi kegiatan membaca sedangkan strategi keempat menekankan pada penerapan membaca sebagai salah satu strategi cara belajar. Strategi pertama berintikan pada peramalan makna; strategi kedua terdiri atas strategi pengenalan bentuk kata (analisis struktur, konteks, dan fonik), makna kata (konteks dan analisis struktur), dan pemahaman (pesan penulis dan apa yang ada dibalik pesan tersebut). Strategi pada saat membaca ini bertujuan untuk menghilangkan halangan (removing blockages) yang mengakibatkan pada kesalahan pemahaman. Strategi ketiga atau strategi pada akhir membaca (disebut pula strategi membaca kritis) terbagi atas pemahaman organisasi dan penilaian, intinya untuk mendapat pemahaman yang lebih luas. Strategi keempat agak berbeda dengan ketiga strategi sebelumnya . Strategi ini berkaitan dengan cara belajar (study strategies) yang intinya bertujuan untuk meningkatkan efesiensi dalam belajar. Di dalamnya tercakup kebiasaan belajar, lokasi belajar, kecepatan, strategi pengorganisasian, dan cara mengingat.
Dalam kerangka pikir pembelajaran membaca yang dirancang Duffy dan Roehler di atas, penelitian ini terletak pada rumpun tujuan proses strategi metakognitif (metacognitive strategies), khususnya pada proses pemahaman dan penilaian.


1. Pengertian dan Ciri Membaca Kritis

Menurut konsep dasar pengajaran membaca yang dirancang oleh Duffy dan Roehler di atas, membaca kritis dilakukan pada akhir proses membaca. Ada dua kegiatan yang dilakukan pada tahap ini yaitu mengorganisasi dan mengevaluasi. Kegiatan mengorganisasi mencakup proses merangkum (summarizing), menentukan tema atau sudut pandang utama, dan menarik kesimpulan. Kegiatan ini pada intinya adalah merestruktur makna teks atau dengan kata lain merekonstruksi pemikiran penulis yang tertuang dalam tulisannya tersebut.
Tahap mengevaluasi berisi kegiatan menilai pesan yang diungkapkan penulis. Yang dinilai adalah keterpercayaan penulis, penggunaan fakta, bias, propaganda, atau validitas kesimpulan yang dirumuskan penulis.

Ahmad Slamet Hardjasudjana mendefinisikan membaca kritis sebagai kegiatan menerapkan kriteria yang relevan dalam mengevaluasi suatu bahan bacaan (1986:5.2). Bentuk berpikir yang dominan dilakukan dalam kegiatan membaca ini adalah mengidentifikasi, menganalisis, melakukan inferensi, menghubungkan, menilai, dan aplikasi. Untuk bisa melakukan kegiatan membaca seperti ini dibutuhkan empat prasyarat pokok sebagai berikuit:
a. Pengetahuan yang memadai pada bidang materi yang dibacanya;
b. Sikap menilai yang hati-hati;
c. Kemampuan menerapkan metode analisis yang logis; dan
d. Konsekuen mengambil kesimpulan dan mengambil tindakan berdasarkan temuan analisis.

Agak berbeda dengan Duffy dan Roehler, Nurhadi (1987:145) melihat membaca kritis sebagai salah satu dari tiga tingkat kemampuan membaca. Ia berpendapat bahwa jenjang kemampuan membaca meliputi tiga tingkat, yaitu kemampuan membaca literal, kemampuan membaca kritis, dan membaca kreatif. Kemampuan membaca literal adalah kemampuan mengenal dan menyatakan kembali unsur-unsur tersurat dalam bacaan (reading the lines). Kemampuan membaca kritis adalah kemampuan mengolah bahan bacaan secara kritis (reading between the lines dan reading beyond the lines). Kemampuan membaca kreatif adalah kemampuan menerapkan dan menghubungkan hasil baca dengan konteks kehidupan yang lebih luas.
Dengan merujuk pada pendapat Edgar Dale, Nurhadi mendeskripsikan detail reading between the lines sebagai berikut :
a. kemampuan menafsirkan ide pokok paragraf;
b. kemampuan menafsirkan gagasan utama bacaan;
c. kemampuan menafsirkan ide-ide penunjang;
d. kemampuan membedakan fakta-fakta atau detail bacaan;
e. kemampuan memahami secara kritis hubungan sebab akibat;
f. kemampuan memahami secara kritis unsur-unsur perbandingan (Nurhadi, 1987: 153).

Ciri lanjutan kemampuan membaca kritis menurut Nurhadi adalah adanya kemampuan mengaplikasikan konsep-konsep dalam bacaan ke dalam situasi baru yang bersifat problematis dan kemampuan menunjukkan kesesuaian antara gagasan utama dengan situasi yang dihadapi. Kemampuan yang sangat dituntut dalam membaca kritis adalah kemampuan menafsirkan. Kemampuan menafsirkan ini membutuhkan kemampuan menganalisis isi bacaan. Kemampuan menganalisis adalah kemampuan pembaca melihat komponen-komponen atau unsur-unsur yang membentuk sebuah kesatuan. Dalam kegiatan membaca, kemampuan menganalisis yang diperlukan meliputi kemampuan memisahkan gagasan utama dengan detail atau fakta penunjang, kemampuan mengklasifikasi fakta, kemampuan membandingkan antargagasan yang ada dalam bacaan, dan kemampuan membandingkan tokoh-tokoh yang ada dalam bacaan.
Kemampuan lain yang termasuk membaca kritis adalah kemampuan membuat sintesis. Ketika penulis tidak mengungkapkan secara eksplisit gagasan utama yang ia sampaikan, pembaca harus berupaya sendiri secara kritis menyimpulkan gagasan utama itu. Kemampuan yang termasuk dalam kemampuan membuat sintesis adalah kemampuan membuat kesimpulan, mengorganisasi gagasan utama, menentukan tema bacaan, menyususn kerangka bacaan, menghubungkan data-data sehingga diperoleh kesimpulan, dan kemampuan membuat ringkasan.

Setelah kemampuan memahami makna tersurat dan tersirat, kemampuan menganalis dan sintesis, kemampuan yang menjadi ciri k
Kemampuan membaca kritis adalah kemampuan menilai. Nurhadi mengemukakan tujuh rincian kemampuan menilai sebagai berikut :
a. kemampuan menilai kebenaran gagasan utama atau ide pokok paragraf atau bacaan secara keseluruhan;
b. kemampuan menilai dan menentukan bahwa sebuah pernyataan adalah fakta atau sekedar opini;
c. kemampuan menilai atau menentukan bahwa sebuah bacaan itu diangkat dari realitas atau fantasi pengarang;
d. kemampuan menentukan tujuan pengarang dalam menulis karangannya; kemampuan menentukan relevansi antara tujuan dengan pengembangan gagasan;
e. kemampuan menentukan keselarasan antara data yang diungkapkan dengan kesimpulan yang dibuat;
f. kemampuan menilai keakuratan dalam penggunaan bahasa baik pada tataran kata, frase, atau penyusunan kalimat.

Kurland (http://www.critical reading.com) mempertegas bahwa dalam kegiatan membaca kritis, kegiatan membaca yang dilakukan tidak hanya untuk mengenali apa yang dikatakan teks tetapi juga menilik bagaimana teks itu menjelaskan pesan intinya, bagaimana pengarang mengatur strategi menyusun data dalam mengungkapkan contoh, membuat alasan, menarik simpati, mempertegas kontras suatu masalah, sampai pembaca paham benar makna keseluruhan yang menjadi inti teks dengan strategi penyampaiannya.
Kurland menegaskan tiga tujuan utama membaca kritis yaitu mengenali tujuan penulis, memahami nada dan elemen persuasi, serta menilik kemungkinan adanya bias. Alat yang digunakan dalam berpikir kritis adalah analisis dan inferensi. Analisis digunakan untuk mencari apa yang dibicarakan sedangkan inferensi digunakan untuk memikirkan apa yang didapat.

Lebih lanjut Kurland menyampaikan tiga tahap utama proses membaca kritis. Tahap pertama, sama dengan pendapat Nurhadi, adalah kegaiatan membaca untuk mencari makna literal. Membaca makna literal ini mencakup proses pengenalan dan pemahaman struktur dan makna kata, kalimat, termasuk asosiasi dan ungkapan. Tahap kedua adalah proses menganalisis dan penggambaran elemen, pola, dan hubungan antarelemen tersebut. Elemen dan pola yang dimaksud adalah isi (content), bahasa, dan struktur. Tahap terhakhir adalah menginterpretasi makna secara keseluruhan. Interpretasi itu dilakukan berdasarkan elemen-elemen teks dan bagaimana elemen-elemen itu dijalin menjadi satu kesatuan. Pada tiap tahap tersebut terjadi penilaian dengan mencari kemungkinan adanya bias.
Bentuk konkret kegiatan menilai suatu teks dalam proses membaca kritis, dicontohkan Hardjasujana (1986: 5.11-5.12) dalam bentuk tabel berikut :


Isi
· Fakta atau opini
· satu sisi atau dari berbagai sisi
· adakah upaya membandingkan perbedaan dan persamaan
· Kelebihan ide/informasi dibanding penulis lain
· pendapat pembaca sendiri tentang ide/informasi bacaan
· ada tidaknya penghilangan materi yang relevan
· ada tidaknya membicarakan yang tidak perlu

Organisasi
pola dan teknik pengembangan deduktif ataukah induktif
bagaimana jalan pikiran dan cara penyusunan idenya dibanding penulis lain, apakah lebih logis dan mudah dipelajari
Gaya
· ketapatan diksi kosakata
· kejelasan alur transisi
· ketepatan pemilihan gaya menulis (puitis, liris, satiris, analitis, atau anekdotis)
bagaimana gaya penulis jika dibandingkan dengan gaya penulis lainnya, mana yang lebih cocok untuk topik itu

Dengan merujuk pada uraian Thouless, Hardjasujana (1986:5.17-5.20) mengemukakan sepuluh tanda-tanda yang harus diwaspadai dan diantisipasi pembaca kritis

Tanda-tanda yang Harus Diwaspadai
Antisipasi
1
Penggunaan kata-kata emosional
terjemahkan ke dalam kata-kata netral
2
Pernyataan salah yang hanya mencakup sebagian saja
masukkan kata semua atau seluruh sehingga terlihat salahnya
3
penggunaan contoh yang ekstrim seolah-olah representattif
tunjukkan bagian dari contoh yang tidak representatif
4
pernyataan yang tidak ajeg atau tidak logis
tunjukkan bahwa dua kalimat itu tidak berhubungan
5
pernyataan kompromi dengan alasan emosional
tunjukkan sifat emosional dalam pernyataan itu kemudian gambarkan situasi yang sebenarnya
6
bernalar dalam lingkaran (memancing pertanyaan)
buatlah preposisi dengan istilah yang sederhana
7
penggunaan jargon yang bombastis
ubahlah kata-kata yang bernada menanjak dengan kata-kata sederhana yang mudah dipahami
8
perubahan makna kata
kembalikan ke makna asal
9
penggunaan panggilan yang eksplosif
Netralkan dari khayalan jelek
10
berpikir tabloid, berpikir melalui genaralisasi
carilah contoh-contoh yang khusus atau lebih konkret

Hardjasujana (1986: 5.22-5.23). merangkum proses kegiatan berpikir dengan tujuh langkah prosedur berikut :
a. Berpikirlah kritis. Membaca kritis menuntut aktivitas, kewaspadaan, dan kebijaksanaan dalam memberikan penghargaan maupun celaan. Membaca kritis bukanlah membeo kata-kata pengarang;
b. Lihatlah apa yang ada dibalik kata-kata itu untuk mengetahui motivasi penulis;
c. Waspadalah terhadap kata-kata yang mempunyai sifat berlebihan, tidak tentu batasnya, emosional, ekstrim, dan merupakan genaralisasi yang berlebihan seperti kata hanya, mustahil, pasti,sempurna,setiap, dan sejenisnya.;
d. Waspadapah terhadap perbandingan yang tidak memenuhi persyaratan;
e. Cermati logika penulis yang tidak logis. Kadangkala penulis menggunakan kalimat-kalimat dan jalan berpikir yang tidak hati-hati.
f. Perhatikan pernyataan yang Anda baca itu secara persegi dan tidak emosional. Berhati-hatilah jangan sampai mencoba mencari sesuatu di dalam pernyataan yang tidak ada sangkut-pautnya dengan kata-kata yang ada pada baris-baris bacaan;
g. Janganlah Anda bingung karena Anda tidak mengetahui apa yang telah Anda baca itu mesti sesuai dengan pikiran penulis. Anda tidak usah setuju dengan apa yang Anda baca, namun demikian Anda dituntut memahami apa yang Anda baca. Jangan kacaukan yang bersifat emosional dengan intelektual.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa membaca kritis merupakan kegiatan membaca yang didalamnya terdapat unsur pemahaman dan penilaian. Unsur pemahaman mencakup pemahaman terhadap isi pesan dan cara penyampaiannya (strategi pengorganisasian) sedangkan unsur penilaian mencakup penialaian terhadap kebenaran isi pesan dan ketepatan cara penyampaiannya, termasuk di dalamnya keefektivan penggunaan bahasa.

Dengan dasar pemahaman makna membaca kritis di atas, maka kemampuan membaca kritis sesorang dapat diukur dari ketepatannya memahami isi dan cara penyampaian pesan dalam suatu wacana, serta kekritisannya dalam menilai kebenaran isi pesan dan ketepatan cara penyampaianya. Dasar pemahaman inilah yang akan dijadikan dasar penilaian kemampuan membaca kritis dalam penelitian ini.





PENYUSUNAN LAPORAN PENELITIAN

Akhir dari suatu proses penelitian adalah pelaporan, peringkasan dan penafsiran hasil penelitian. Topik-topik yang diperhatikan dalam bagian ini adalah : Apa temuan utama penelitian ? Apa arti dari semua temuan itu ? Apa yang bisa dipelajari dari temuan itu ? Apa implikasinya? Bagaimana kontribusinya terhadap pengatuan? Apa rekomendasi yang bisa diajukan ?

Isi laporan hasil penelitian akan berbeda-beda sesuai dengan jenis/tipe penelitian dan jenis teknik analisis datanya. Pada penelitian kuantitatif, laporan akan banyak diisi perhitungan statistik, ilustrasi tabel, grafik, dan bagan (chart). Tetapi untuk penelitian kualitatif, pelaporan akan didominiasi oleh deskripsi detail hasil proses penelitian dan gambaran pola dan kategori hasil penelitian. Pada penelitian kuantitatif dengan analisis data deskripsi, hasil penelitian digambarkan dalam bentuk tabel yang menunjukkan rata-rata, standar deviasi, frekuensi, dan ukuran sampel. Jika teknik analisis yang digunakan korelasi, maka isinya berupa matriks yang berisi koefesien korelasi, tingkat kepercayaan, dan ukuran sampel. Pada penelitian eksperimen akan ada nilai F dan nilai t beserta tingkat kebebasan dan signifikansi (nilai P).

Seperti halnya penelitian kuantitatif, pelaporan penelitian kualitataif pun bergantung pada tipe analisis dan metode yang digunakan. Jika teknik analisis pengatagorian yang dilakukan maka analisinya akan berupa penggunaan dan organisasi skema, frekuensi, dan bukti-bukti yang mendukung pola kotegori tersebut. Yang lebih penting dalam penelitian ini adalah deskripsi proses penelitian dan dokumentasinya.
Hasil penelitian yang dilaporkan berisi pula hasil penafsiran. Pada bagian kesimpulan, didiskusikan arti penting hasil penelitian dan menempatkannya dalam satu prespektif, konteks umum, dan ruang lingkup yang lebih luas. Di dalamnya juga dimuat implikasi yang merupakan suatu konsekuensi hasil penelitian yang telah dihubungkan dengan kerangka konseptual dan teoretikal topik penelitian. Sedangkan rekomendasi bersisi saran baik umum mapun khusus yang berkaitan dengan penggunaan, aplikasi, dan pemanfaatan hasil penelitian.

A. Jenis –Jenis Laporan Penelitian
Laporan penelitian berbeda-beda, ada yang berupa artikel jurnal, skripsi, tesis, disertasi, laporan penelitian, atau makalah konfrensi. Artikel jurnal lebih menekankan pada cara informatif yang berfokus pada penggambaran tujuan, reviu literatur, prosedur penelitian, dan interpretasi hasil. Penggunaan tabel, bagan, atau grafik banyak digunakan. Isi dan penekanan artikel pada jurnal bervariasi bergantung pada minat pembacanya.

Skripsi, tesis, danu disertasi adalah format laporan penelitian yang digunakan oleh mahasiswa pada level perguruan tinggi. Isinya berupa gambaran detail tiap tahapan penelitian termasuk di dalamnya signifikasi studi, rasionalisasi, reviu literatur, instrumen penelitian dan pengembangannya, deskripsi proses analisis dan hasil, dan interpretasi yang dituangkan dalam kesimpulan, implikasi, dan rekomendasi. Sebelum mengadakan penelitian, mahasiswa biasanya mengajukan proposal penelitian. Proposal berisi deskripsi rencana penelitian, dengan penekanan pada spesifikasi dan rasionalisasi signifikasi penelitian, survey wilayah penelitian, deskripsi prosedur yang digunakan, dan deskripsi kontribusi penelitian.

Laporan penelitian adalah format laporan yang merujuk pada dokumen yang disediakan oleh agensi yang ditunjang oleh yayasan penelitian. Isinya gambaran proses penelitian yang dilakukan, hasil akhir, ringkasan hasil termasuk kesimpulan dan saran yang didasari oleh studi keseluruhan.
Makalah konfrensi adalah salah satu cara melaporkan hasil penelitian pada even seperti seminar, konfrensi, atau kolokium. Hasil penelitian itu disampaikan secara lisan. Fokusnya pada elemen esensial penelitian. 'Hand-out'nya digambarkan dalam bentuk transparan.


B. Laporan Penelitian Berbentuk Skripsi

Skripsi adalah karya tulis ilmiah yang menjadi salah satu syarat memperoleh gelar akademik sajana strata satu (S1). Skripsi merupakan laporan ilmiah hasil kajian literatur atau penelitian. Sebagai hasil dari sebuah proses kajian atau penelitian, maka tahapan penyusunan skripsi tidak terlepas dari tahapan proses penelitian itu sendiri. Faktor lain yang juga mempegaruhi penyusunan skripsi, terutama dalam hal kelengkapan dan struktur isi adalah konvensi akademis perguruan tinggi tempat mahasiswa tersebut menimba ilmu.
Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah FKIP Universitas Islam Nusantara mewajibkan seluruh mahasiswanya menulis skripsi sebagai salah satu syarat penyelesaian studi. Program penyelesaian studi dengan penulisan skripsi ini sengaja dirancang sebagai wahana belajar sekaligus pembuktian hasil studi mahasiswa dalam bentuk penulisan karya tulis ilmiah.
Ada tiga tahapan proses penyusunan skripsi, yaitu tahap persiapan, tahap penelitian, dan tahap pelaporan.

1. Tahap Persiapan
Sebagai langkah awal, mahasiswa menyusun usulan (proposal) penulisan skripsi, yang memuat:
a. Judul skripsi
b. Latar belakang masalah
c. Perumusan dan pembatasan masalah
d. Tujuan dan kegunaan penelitian
e. Penjelasan istilah (Definisi oprasional)
f. Tinjauan Pustaka (dari buku, jurnal, internet, dan laporan penelitian yang relevan)
g. Anggapan dasar
h. Hipotesis (bila ada)
i. Metodologi, mencakup sampel, instrumen, metode,dan teknik penelitian
j. Jadwal kegiatan

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian
Jika proposal dinilai memenuhi syarat (biasanya melalui seminar) oleh dewan bimbingan skripsi yang ditunjuk oleh pimpinan program studi, mahasiswa diizinkan melakukan proses penelitian dengan dibimbing oleh dua orang pembimbing. Proses bimbingan yang disarankan adalah sebagai berikut:
a. Mahasiswa meminta persetujuan pembimbing I atas proposal skripsi yang disusunnya. Pembimbing I memberikan arahan tentang rumusan akhir proposal, sistematika, dan materi skripsi.
b. Pembimbing I dan pembimbing II bersepakat mengenai tugas pembimbingan masing-masing
c. Mahasiswa mengembangkan proposal menjadi bab I, bab II, dan bab III besrta instrumen penelitian atas arahan Pembimbing I dan pembimbing II
d. Setelah instrumen disetujui pembimbing I dan II. mahasiswa melakukan pengumpulan data sesuai arahan tim pembimbing
e. Data yang diperoleh kemudian diolah (didata, diverivikasi, dan diklasifikasi).
f. Data yang telah diverivikasi kemudian dianalisis mengunakan teknik analisis atau pedoman analisis yang telah disetujui tim pembimbing. Hasilnya kemudian ditafsirkan dan disimpulkan.
g. Mahasiswa menyusun skripsi secara utuh sesuai hasil bimbingan.

3. Tahap Pelaporan
Setelah proses penelitian selesai dilakukan, dan peneliti menyusun laporan berbentuk skripsi dalam bentuk final draft (konsep akhir). Draf final ini dibuat sekurang-kurangnya dalam rangkap tiga yaitu untuk keperluan ujian sidang, dua untuk penguji, satu untuk mahasiswa sendiri. Draf final bisa diajukan sebagai syarat mengikuti ujian sidang jika telah disetujui oleh tim pembimbing, pimpinan program, dan pimpinan fakultas.
Skripsi berbentuk draf final tersebut terdiri atas 3 bagian: kelengkapan awal, isi skripsi, dan kelengkapan akhir.

a. Kelengkapan Awal
Kelengkapan awal skripsi terdiri atas halaman-halaman berikut:
1) Halaman kulit, yang terdiri atas judul skripsi, keterangan tentang kedudukan skripsi dalam sistem pendidikan di program studi, logo fakultas, nama dan NIM penulis, program studi, fakultas, universitas, kota serta tahun penulisan.
2) Halaman kosong.
3) Halaman judul, isinya sama dengan halaman kulit.
4) Halaman pengesahan, berisi judul skripsi, nama dan tanda tangan persetujuan pembimbing I dan II, diketahui Ketua Program Studi dan disahkan oleh Dekan.
5) Halaman Motto atau persembahan, berisi motto yang dijadikan pegangan penulis, atau pernyataan kepada siapa karya ilmiah itu dipersembahkan.
6) Halaman pernyataan penulis bahaw skripsi yang diajukan betul-betul hasil karya sendiri.
7) Abstrak skripsi, suatu uraian singkat tentang masalah yang dibahas, analisis yang diketengahkan, serta kesimpulan. Abstrak berisi ± 250 kata, ditulis dalam tidak lebih dari satu halaman. Abstrak (penelitian empiris) sekurang-kurangnya berisi:
· latar belakang penelitian, kalau mungkin dalam satu kalimat;
· masalah dan tujuan penelitian, kalau mungkin dalam satu kalimat;
· subyek/obyek penelitian, disertai karakteristik khususnya, seperti misalnya, jumlah, tipe, usia, dan jenis kelamin;
· metode yang digunakan, termasuk instrumen, prosedur pengumpulan data, perlakuan atau treatment (kalau ada);
· hasil penelitian, termasuk taraf signifikansi statistik; dan
· kesimpulan dan implikasi, atau rekomendasi.
8) Halaman kata pengantar diisi dengan ucapan syukur kepada tuhan bahwa skripsi tersebut selesai dikerjakan; informasi singkat tentang judul skripsi dan isinya, permintaan sumbang saran kepada pembaca, dan harapan pemanfaatan skripsi tersebut.
9) Halaman ucapan terima kasih kepada orang-orang atau badan-badan yang telah memberikan bantuan dalam melaksanakan penulisan skripsi dan dalam menda-patkan sumber-sumber yang diperlukan..
10) Halaman daftar isi, berisi: kata pengantar, daftar isi, daftar tabel atau gambar, abstrak, isi skripsi (bab 1 sampai bab 5), daftar pustaka, lampiran-lampiran dan daftar riwayat hidup.
11) Halaman daftar tabel, gambar, grafik, dan singkatan yang masing-masing dapat dibuat tersendiri.

b. Isi skripsi
Isi skripsi terdiri atas lima bagian utama (Bab) sebagai berikut:

1) Bab I Pendahuluan.
Bagian ini disusun dengan tujuan memberikan gambaran tentang masalah yang diteliti. Bagian ini terdiri atas latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, anggapan dasar, hipotesis, dan definisi oprasional. Berikut uraian seingkat setiap bagian tersbut:
a) Latar Belakang Masalah. Bagian ini berisi penjelasan dan gambaran tentang alasan pemilihan judul/permasalahan, baik alasan yang bersumber pada problematikan teoretis maupun problematika empiris.
b) Identifikasi masalah. Bagian ini berisi paparan tentang letak permasalahan dalam peta masalah dan kerangka keilmuan yang relevan.
c) Pembatasan dan Perumusan masalah. Bagian ini berisi pembahasan masalah dengan memfokuskan pada masalah-masalah tertentu dari sekian banyak masalah yang teidentifikasi. Penentuan masalah yang diteliti dipertimbangkan dengan memperhatikan keterbatasan-keterbatasan yang dimiliki peneliti. Setelah itu disusun rumusan rmasalah yang biasanya dinyatakan dalam bentuk kalimat tanya.
d) Tujuan penelitian. Bagian ini berisi tujuan yang hendak dicapai. Isinya terkait dengan rumusan masalah.
e) Manfaat/kegunaan penelitian. Bagian ini berisi uraian tentang sumbangan nyata hasil penelitian terhadap diri peneliti dan pihak-pihak yang tekait, seperti sekolah, siswa, lembaga pendidikan, termasuk pemecahan permasalahan dunia pendidikan.
f) Anggapan dasar. Berisi asumsi yang diyakini peneliti. Asumsi ini bisa merupakan intisari teori atau hasil penelitian yang tidak diragukan kebenarannya. Asumsi ini biasanya digunakan sebagai dasar perumusan hipotesis pada penelitian jenis ekspreimen.
g) Hipotesis. Hipotesis adalah rumusan jawaban sementara atas pertanyaan/rumusan penelitian eksperimen (menggunakan motode analisis statistik).
h) Definisi oprasional. Defini oprasional adalah batasan atau penjelasan makna istilah-istilah penting yang digunakan dalam penelitian. Definisi perlu dibuat jika penelitian menggunakan istilah atau konsep yang potensial bisa menimbulkan miskomunikasi (salah arti).

2) Bab II Tinjauan Pustaka.

Bagian ini berisi kajian teoritis dan komprehensif tentang variabel-variabel yang menjadi subjek penelitian. Kajian teortis harus didasarkan pada beberapa sumber (minimal tiga sumber). Isinya tidak hanya kompilasi (gabungan) teori, tetapi merupakan kajian induktif. Selain berisi kutipan teori, kajian mesti dilengkapi dengan analisis dan komentar terhadap teori tersebut sehingga diperoleh rumusan teori yang logis. Bagian ini juga memuat hasil-hasil penelitian lain yang relevan dengan penelitian yang dilakukan. Hal ini dimaksudkan untuk melihat letak penelitian dalam stuktur ilmu, juga untuk menegaskan bahwa penelitian yang dilakukan adalah salah satu penelitian yang terkait dengan perkembangan kini pada bidang ilmu pendidikan bahasa dan sastra Indonesia (up to date) dan tidak tumpang tindih (overlap) dengan penelitian lain.

3) Bab III Metodologi Penelitian.

Bab ini berisi penjelasan tentang metode, sumber data, teknik penelitian (teknik pengumpulan dan pengolahan data), instrumen penelitian, pedoman analisis (jika kualitatif). Berikut penjelasan setiap bagian tersebut

a) Metode dan pendekatan penelitian, berisi uraian tentang metode serta pendekatan yang digunakan dalam penelitian, serta alasan pemilihannya. Jika dirasa perlu, pada bagain ini bisa juga digambarkan disain penelitiannya (berbentuk alur abagan) sehingga tergambar dengan jelas bagaimana penggunaan metode penelitian yang dipilih pada proses penelitian secara keseluruhan.
b) Sumber data. Bagian ini berisi penjelasan sumber,bentuk data penelitian,dan penjelasan tentang karakteristik populasi data yang diteliti. Jika penelitian tidak bisa dilakukan pada seluruh populasi, maka harus dijelaskan teknik sampling dan karakteristik sampelnya.
c) Teknik penelitian. Teknik penelitian mencakup dua jenis, teknik pengumpulan data dan teknik pengolahan data. Teknik pengumpulan data berisi penejelasan cara yang digunakan dalam megumpulkan data, misalnya teknik studi pustaka, telaah dokumentasi, observasi, wawancara, angket, atau tes. Teknik pengolahan data berisi penjelasan bagaimana data diolah apakah menggunakan teknik analisis kualitatif (harus disertai pedoman analisis), atau teknik analisis kuantitatif (menggunakan perhitungan statistik).
d) Instrumen Penelitian, berisi uraian tentang alat yang digunakan dalam pengumpulan data, beserta penjelasan tentang uji coba instrumen (uji validitas & reliabilitas).

4) Bab IV Deskripsi, Analisis, dan Pembahasan Hasil Penelitian

Bab ini berisi tiga bagian yang tidak terpisahkan yaitu deskripsi, analisis, dan pembahasan hasil penelitian. Deskripsi data berisi penggambaran data-data yang ditemukan selama proses penelitian. Teknik pendeskripsian disesuaikan dengan jenis data yang diperoleh. Data tersebut kemudian dianalisis pada bagian analisis data. Analisis bisa dilakukan dengan teknik analisis kualitatif maupun kuantitatif, bergantung pada rumusan masalah dan karakteristik data. Hasil analisis yang berupa kesimpulan analisis dibahas dengan cara dikaitkan dengan rumusan masalah dan teori. Pembahasan tersebut dikemukakan dalam subbab pembahasan hasil penelitian.

5) Bab V Simpulan dan Saran

Bab ini merupakan penutup skripsi. Subbab kesimpulan merupakan jawaban terhadap perumusan masalah atau pertanyaan penelitian yang diajukan pada Bab I. Subbab saran berisi ajuan yang merupakan konsekuensi logis dari hasil pe nelitian yang bersangkutan. Saran bukan sembarang masukan yang kadang- kadang tidak ada sangkut pautnya secara langsung dengan penelitian yang dilakukan.

C. Kelengkapan akhir Skripsi

Kelengkapan akhir Skripsi terdiri atas hal-hal berikut :
1. Daftar pustaka, suatu daftar bahan bacaan yang dijadikan sumber dan dasar penulisan skripsi; bisa berupa buku, artikel dalam majalah, surat kabar, atau situs internet.
2. Riwayat hidup penulis. Pada bagian ini secara naratif dikemukakan dengan singkat; nama lengkap penulis, tempat dan tanggal lahir, riwayat pekerjaan dan daftar karya ilmiah.
3. Lampiran-lampiran, dapat berupa gambar, bagan, peta, foto, contoh pengolahan statistik, contoh daftar pertanyaan, angket, wawancara, dan sebagainya yang diberi nomor urut angka romawi.